Sebagian kalangan menerjemahakan Artificial Intellegence sebagaia kecerdasan buatan, kecerdasan
artifisial, intelejensia artifisial, atau intelijensia buatan. Pada artikel ini,
istilah Artificial Intellegence sengaja
tidak diterjemahkan kebahasa Indonesia kerena istilah tesebut sudah sangat
akrab bagi orang Indonesia. Begitu juga dengan singkatan istilah tersebut,
yaitu AI, sudah sangat melekat di berbagai media ilmiah maupun non-ilmiah.
Selanjutnya, marilah kita melihat beberapa definisi AI yang
disampaikan oleh beberapa ahli. Para ahli mendefinisikan AI secara berbeda-beda
tergantung pada manusia saja, tetapi ada juga yang mendefinisikan AI secara
lebih luas pada tingkah laku manusia. Pada Struat Russel dan Peter
Norvig mengelompokkan definisi AI, yang diperoleh dari beberapa textbook berbeda, ke dalam empat
kategori, yaitu :
1. Thinking
humanly : the
cognitive modelling apporoach
Pendekatan ini dilakukan dengan dua cara sebagai
berikut :
·
Melalui introspeksi : mecoba menangkap
pemikiran-pemikiran kita sendiri pada saat kita berfikir. Tetapi, seorang
psikolog Barat mengatakan: “how do you
that yau understand?” Bagaimana anda tahu bahwa Anda mengerti? Kerena pada
saat Anda memahami pemikiran Anda, ternyata pemikiran tersebut sudah lewat dan
digantikan kesadaran anda. Sehingga, definisi ini terkesan mengada-ada dan
tidak mungkin dilakukan.
·
Melalui eksperimen-eksperimen psikologi.
2. Acting
humanly : the turing
the approach
Pada tahun 1950, Alan turing merencanakan suatu ujian
bagi komputer berintelejensia untuk menguji apakah kemputer tersebut mampu
mengelabuhi seorang manusia yang menginterogasinya melalui teletype (komunikasi
diinterogasi adalah manusia atau komputer, maka komputer berintelejensia
tersebut lolos dari Turing test.
Komputer tersebut perlu memiliki kemampuan: Natural
Language Processing, Knowledge Representation, Automated Reasoning, Machine
Learning, Computer Vision Robotik. Turing test sengaja menghindari
interaksi fisik antara interrogator dan
computer karena simulasi fisik manusia tidak memerlukan intelijensia.
3. Thinking
rationally: the laws
of thought approach
Terdapat dua masalah dalam pendekatan ini, yaitu :
·
Tidak mudah untuk membuat pengetahuan informal dan
menyatakan logika, khususnya ketika pengetahuan tersebut memiliki kepastian
kurang dari 100%.
· Terdapat perbedaan besar antara dapat memecahkan
maslah “dalam prinsip ” dan memecahkannya “dalam dunia maya”.
4. Acting
rationally: the rationally
agent approach
Membuat inferensi yang logis merupakan bagian dari
suatu rational agent. Hal ini
disebabkan satu-satunya cara untuk melakukan aksi secara logis, maka bisa
didapatkan kesimpulan bahwa aksi yang diberikan akan mencapai tujuan atau tidak.
Jika mencapai tujuan, maka agent dapat
melakukan aksi berdasarkan kesimpulan tersebut.
Thinking
humanly dan acting humanly adalah
dua definisi dalam arti yang sangat luas. Sampai saat ini, pemikiran manusia
yang diluar rasio, yakni reflex dan intuitif (berhubungan dengan perasaan),
belum dapat ditirukan sepenuhnya oleh computer. Dengan demikian, kedua definisi
ini dirasa kurang tepat untuk saat ini. Jika kita menggunakan definisi ini,
maka banyak produk komputasi cerdas saat ini yang tidak layak disebut sebagai
produk AI.
Definisi thinking
rationally terasa lebih sempit daripada acting
rationally. Oleh kerena itu,
definisi AI yang paling tepat untuk saat ini adalah action retionally dengan pendekatan ration agent. Hal ini berdasarkan
pemikiran bahwa komputer bisa melakukan penalaran secara logis dan juga bisa
melakukan aksi secara rasional berdasarkan hasil penalaran tersebut.
0 comments:
Post a Comment